Senin, 06 Desember 2010

Jejak di Kolong Langit



Dear....

selalu terkenang jalan yang pernah dilalui. Langkah demi langkah kau ikuti jejakku agar dunia ini selalu berputar....///

Kita pernah mengarungi samudera bersama, melewati samudera yang biru agar kita dapat menggenggam bintang yang bersinar sendiri.

Pada saat itu selalu ku ingat kau selalu membersihkan peluh di dahiku, sambil menatap mataku, dan berkata dari bibirmu: “pasha”. Ku tahu burung-burung, ikan-ikan, langit yang berada jauh di sana dapat mendengar kata itu. Pedahal kau hanya berbisik lirih. Dan aku pun terus mengayuh dengan kekuatan itu.

Kita selalu berlabuh, Hanya untuk menyiapkan bekal untuk perjalanan kita nanti, agar hati kita siap dan selalu tegar menempuh lagi jalan yang penuh hujan dan badai, yang kita takkan pernah tahu apa yang akan terjadi nanti.

Tak ada sesal bagiku, tak ada benci bagiku untukmu untuk labuhan kita yang terakhir ini. Ku genggam tanganmu saat kita tengah siapkan bekal lagi,seperti yang sudah-sudah. Tak lama, entah kenapa, ku hanya terpaku di sudut labuhan, memegang kayuhku sambil menatap dalam-dalam pada kayuhmu yang tergeletak di bawah kakiku. Ku lihat perahuku, tak ada kau disana. Lama ku duduk termenung, sambil menatap samudra dan perahuku secara bergantian, dengan perasaan bingung. Lalu menatap lama langit, walaupun hujan menerpa wajahku. Ku bertanya pada langit tentang apa yang terjadi. Tak ada jawaban selain suara guntur yang menggelegar. Ku hanya menggelengkan kepala dan tersenyum sinis di ujung bibirku.

Saat itu ku tahu, tak ada lagi tanya yang harus ada dalam hatiku. Ku harus pergi. Sekarang! Pergi melanjutkan kisahku sendiri. Pergi meninggalkan kolong langit yang penuh dengan cerita-cerita indah, air mata dan tawa.

_Read More_